BUTUH TIGA RUMAH MEMPERBAIKI ANAK BANGSA
Oleh: DR. ABDUSIMA NASUTION, MA
Distorsi anak bangsa dalam rangkaian realita sekarang
ini sungguh sangat memprihatinkan. Berbagai sepak terjang yang di luar ambang
batas norma, akhlak dan agama nampaknya
semakin menjadi-jadi. Tingginya minat belajar merupakan hal yang langka. Bahkan meningkatnya nilai-nilai apatis dalam diri
mereka justru meningkat. Hal ini
tentunya menjadi masalah besar di kemudian hari nantinya baik bagi orang tua,
pemerintah, hingga bangsa dan negara.
Tidak sedikit para orang tua, tenaga pendidik,
juga masyarakat resah akan kondisi yang makin lama makin menggemaskan hati
nurani. Saat ini, masalah ekonomi bukan menjadi salah satu yang dituduhkan
penyebab kenakalan dan kerusakan moral generasi penerus ini. Kemiskinan yang
selama ini dielu-elukan penyebab kerusakan cara berprilaku anak bangsa ternyata
bukan itu penyebabnya. Sebab banyak anak
yang berada pada posisi orang tuanya berkecukupan secara finansial ternyata
ikut tercebur dalam kancah kerusakan moral dan tingkah laku. Hampir sama
perangai negatif yang tercermin dalam kehidupan antara anak berlatarbelakang ekonomi kuat (the rich)
dan ekonomi lemah (the poor).
Melihat fenomena ini akhirnya muncullah “saling
lempar batu” antara orang tua dan pengelola pendidikan. Satu sisi tudingan itu
dilontarkan kepada orang tua yang tak mampu memberikan layanan terbaik bagi anaknya,
sementara di sisi lain tudingan itu juga dihempaskan kepada pihak sekolah yang
tak mampu mewarnai anak dari aspek pendidikan. Akhirnya “peperangan” antara
orang tua dan pihak sekolah ini tidak menemukan jalan dalam menentukan siapa
yang salah. Jalan buntu ini akhirnya disasarkan kepada “masyarakat” yang
ternyata juga dituduh ikut andil sebagai penyebab kehancuran moral generasi
anak bangsa. Artinya setelah orang tua, pihak sekolah, maka masyarakatpun
dijadikan sebagai pihak tertuduh. Menyikapi pergumulan ini, maka pemerintah
sebagai pengayom seluruh bangsa mengambil jalan tengah dengan melahirkan
berbagai kebijakan baru sistem pendidikan yang mampu menjawab persoalan ini
melalui perubahan kurikulum. Tentunya program-program ini membutuhkan berbagai persiapan
yang matang untuk disosialisasikan.
Dalam
menjawab problem sekaligus memberikan alternatif dan solusi yang kompleks agar
tidak terus menjadi kerusakan yang berkepanjangan di masa datang, maka tindakan
preventif yang dilakukan adalah dengan penekanan faktor penentu. Sebenarnya
diantara faktor yang cukup berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak
adalah aspek keterpenuhan tuntutan fisik (physical demans), tuntutan
akal (knowledge demans), dan tuntutan jiwa anak (spritual demans).
Untuk menyahuti ketiga tuntutan itu maka “Siapkanlah Tiga Rumah Buat Anak,
Niscaya Anak Akan Selamat.” Tiga rumah itu akan memberikan asupan yang menjadi
konsumsi anak dalam membangun karakter dan akhlak yang akan memberikan
keselamatan bagi dirinya untuk masa datang.
1.
Rumah Tangga.
Rumah
merupakan tempat tinggal utama bagi anak beserta unsur keluarga. Sebenarnya
fungsi rumah dari aspek pendidikan sangat mempengaruhi jiwa anak dalam
perkembangannya. Dalam kaidah pendidikan, ada tiga saluran yang ampuh untuk
menanamkan nilai-nilai pendidikan (value of education) bagi anak, yakni: pendengaran (telinga),
pandangan (mata), dan pembicaraan (mulut). Ketiga saluran ini wajib diberi
asupan agar diri anak mendapatkan perbaikan. Di rumah, orang tua hendaknya
mengisi mulut, mata dan telinga anak dengan asupan yang baik. Untuk asupan konsumsi
mulut, makanan yang diberikan oleh orang tua sebagai bahan asupan hendaknya
yang halal, sehat dan bergizi. Bagi konsumsi mata, hendaknya asupan yang
diberikan oleh orang tua adalah pandangan tauladan dan harmonisasi keluarga
melalui ayah dan ibu sebagai contoh tauladan bagi anak. Dan untuk telinga, maka
asupan konsumsi yang diberikan adalah dalam bentuk nasehat, ajaran, dan juga
komunikasi yang penuh dengan kasih sayang.
2.
Rumah Sekolah
Rumah sekolah
merupakan tempat yang menjadi tumpuan harapan bagi anak untuk menambah prestasi
akademik dan prilaku (knowledge and attitude). Dalam mewujudkan semua
itu, maka di sekolah yang diisi adalah asupan kecerdasan (inteligensi),
keterampilan (skill), kedisiplinan (discipline), dan kejujuran (honesty).
Saluran yang dilakukan dalam menciptakan itu melalui pengajaran, praktek, dan
tauladan. Pengajaran, dilakukan dengan cara menerapkan dan memberikan ilmu
melalui bidang studi yang telah disusun secara terencana dan diajarkan dengan
penuh optimis dan tanggung jawab oleh tenaga pengajar. Praktek, dilakukan
dengan memberikan berbagai kegiatan untuk mengaplikasikan materi yang diajarkan
agar hidup dan mampu dirasakan oleh anak. Sementara tauladan, adalah dengan
menekankan pentingnya orang lain yang dijadikan contoh baik pengajar maupun
siswa yang memang patut ditiru kebaikannya.
3.
Rumah Ibadah.
Anggapan
selama ini yang menyatakan bahwa rumah ibadah
hanyalah tempat untuk beribadah yang digunakan dalam urusan agama saja. Padahal
lebih dari itu, rumah ibadah merupakan tempat pendidikan yang sangat ampuh
dalam mendidik jiwa dan memperbaiki diri (individual) dan masyarakat. Rumah
ibadah ternyata justru banyak memberikan perbaikan-perbaikan ke arah yang lebih
baik. Makin dekat anak dengan rumah ibadah (sering beribadah), maka hakikinya
makin banyak perbaikan yang terjadi pada dirinya. Sebaliknya, makin jauh anak dari
rumah ibadah, maka makin banyaklah hal negatif yang terlakukan. Di rumah
ibadah, anak akan disuguhi asupan sebagai
konsumsi jiwa melalui saluran rangkaian ibadah, nasehat agama, dan kegiatan
keagamaan lainnya. Dengan tetap konsisten melaksanakan peribadatan di rumah
ibadah, maka akan tertancaplah keimanan dan cinta kepada Sang Pencipta. Melalui
nasehat agama, akan terciptalah ketersahutan akan dahaga dan kegoncangan jiwa. Dan
dengan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, maka akan terisilah waktu dengan hal
yang positif dan bermanfaat.
Secara gamblang, maka
ketiga rumah yang dijelaskan itu mempunyai fungsi yang sangat urgen dalam
menyelematkan anak selaku generasi penerus dari kerusakan moral. Anak akan
melakukan perbuatan yang menyimpang bilamana tiga unsur tidak terpenuhi, yakni
perut, akal, dan jiwa. Untuk kebutuhan perut anak maka rumah tangga yang
mengisinya, untuk kebutuhan akal anak maka rumah sekolah yang mengisinya, dan
untuk kebutuhan jiwa anak maka rumah ibadah yang mengisinya.