Manajemen Lembaga Pendidikan
Islam
Abdusima Nasution, S.Ag., MA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengkajian
manajemen lembaga pendidikan Islam tidak terlepas dari rentetan sejarah lembaga
pendidikan Islam itu sendiri. Sebab harus diakui , bahwa Islam merupakan
pendidikan bagi umat Islam. Ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam ada seiring
dengan datangnya ajaran Islam.
Perputaran
masa dari waktu ke waktu menjadikan pendidikan Islam yang pada awalnya sebagai
lembaga pendidikan non formal beranjak dan berkembang menjadi lembaga
pendidikan formal yang ada sampai saat ini. Sehingga perkembangan lembaga
pendidikan Islam berkembang di seluruh dunia khusus di negara-negara Islam.
Mengingat
pentingnya mengkaji lembaga pendidikan Islam itu, maka suatu hal yang harus
difahami bagaimana sejarah pertumbuhan lembaga pendidikan Islam dan
perkembangannya. Oleh sebab itu didalam makalah ini nanti akan diuraikan secara
ringkas tentang ; sejarah awal lembaga pendidikan Islam, lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia, serta madrasah dan perkembangannya di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Agar
pembahasan makalah ini terfokus dan tidak melenceng dari permasalahannya ada
baiknya dijelaskan pembatasannya sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah awal lembaga pendidikan
Islam?
2. Lembaga-lembaga pendidikan apa saja yang ada
di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan lembaga pendidikan
Islam di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
yang menjadi tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui sejarah awal lembaga pendidikan
Islam.
2. Mengetahui lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang ada di Indonesia.
3. Mengetahui perkembangan lembaga pendidikan
Islam di Indonesia.
D. Manfaat Pembahasan
Harus
diakui bahwa banyak sebenarnya manfaat dari pembahasan makalah ini. Namun
disini akan diketengahkan beberapa manfaat yang dirasakan perlu bagi dunia
pendidikan.
1. Sebagai bahan informasi penting bagi
pengetahuan tentang pendidikan Islam.
2. Sebagai bahan rujukan dalam mendalami serta
mengambil i’tibar ke depan.
3. Sebagai penambah wawasan berfikir dalam
mengambil kebijakan di dunia pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
Sejarah Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Islam
dan Perkembangannya
A. Sekilas Sejarah Awal Lembaga Pendidikan
Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam
ada seiring dengan datangnya agama Islam yang dibawa oleh rasulullah Muhammad
SAW. sebab dalam ajaran Islam, seluruh ajarannya mengandung pendidikan bagi kehidupan manusia.
Walau tidak termaktub secara historis, namun
harus diakui bahwa pendidikan Islam pertama sekali diemban dan disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW. ini mengandung arti bahwa rasulullah-lah yang menjadi guru
pertama dalam pendidikan Islam.
Secara historis, lembaga pendidikan Islam
yang pertama sekali didirikan rasulullah adalah di sebuah rumah sahabat yang
bernama Arqam bin Abu Arqam. Ini sesuai dengan apa yang diungkapakan Hanun Asrohah:
“ sesudah nabi mendapat pengikut, beliau menghimpun mereka untuk menerima
penjelasan-penjelasan yang diajarkan
secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam di Bukit Shafa. Rumah Arqam
dipilih sebagai tempat berkumpulnya umat
Islam untuk menerima pelajaran dari nabi, karena Arqam adalah sahabat
rasulullah yang setia sekaligus lokasinya yang sangat baik, terhadang dari
penglihatan kaum Quraisy.”[1]
Dari uraian diatas maka yang menjadi catatan
penting adalah di rumah Arqam bin Abu Arqam ini lah lembaga pendidikan Islam
yang pertama ada. Sekaligus rasulullah adalah guru pertama dalam sejarah
pendidikan Islam.
Kalau ditilik dari perspfektif sejarah
Islam, maka lembaga pendidikan Islam di era awal yang digunakan oleh
rasulullah, para sahabat, tabi’it tabi’in sampai muta’akhkhirin maka lembaga pendidikan itu adalah : rumah,
kuttab masjid, saloon dan madrasah.[2]
Dan Hisham Nashabe menambahkan bahwa
“Lembaga-lembaga masjid, Kuttab, Pendidikan Tinggi Darl al- Hikmah dan
Darl-al-‘Ilm, madrasah, bimaristan mendominasi aktivitas pendidikan di
kota-kota muslim hingga menjelang era moderen.”[3]
Berbeda dengan itu, Charles Michael Stanton
mengatakan lembaga pendidikan Islam masa klasik itu ada dua macam: yaitu
lembaga pendidikan formal dan informal.[4]
Pembedaan lembaga pendidikan ini di bedakan dengan tujuan tertentu dari
pemerintahan. Formal merupakan lembaga yang di bentuk dari dan oleh pemerintah,
sementara informal bebas dan tidak diperhatikan pemerintah.
Sementara Gorge Makdisi membagi lembaga pendidikan
Islam sebelum lahirnya madrasah menjadi dua tipe: yaitu lembaga pendidikan yang
exlusife (tertutup) terhadap pengetahuan umum dan lembaga pendidikan yang
inklusife (terbuka) terhadap pengetahuan umum.[5]
Memang banyak ahli sejarah yang berbeda pendapat
mengenai lembaga pendidikan klasik dan pengklasifikasiannya. Hal ini terjadi
diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang dan orientasinya saja dan tidak begitu krusial sekali.
B. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia.
Setelah mengetahui tentang lembaga-lembaga
pendidikan Islam di masa klasik, sejak rasulullah sampai ke masa mutaakhkhirin
maka sekarang akan diuraikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia pada
masa awal.
Pada dasarnya sejak Islam masuk yang dibawa
oleh para Gujarat dan bangsa Arab, maka telah terjadi proses pendidikan. Proses
pendidikan dilakukan secara nyata melalui perdagangan, pernikahan serta dakwah.
Setelah Islam mulai tersebar di Nusantara,
maka mulailah terbentuk secara tidak langsung lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang dilaksanakan di mesjid, surau dan rumah-rumah penduduk setempat. Dengan
dalih dakwah, namun pada hakikatnya semua itu merupakan proses pendidikan.
Untuk periode selanjutnya, pendidikan
dilaksanakan dalam berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut seperti:
pesantren, meunasah, surau dan akhirnya menjadi madarasah.
1. Pesantren.
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama ada di Indonesia. Pesantren
inilah merupakan cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan di Indonesia dan juga
sebagai lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia.
Menurut
Manfred, pesantern berasal dari masa sebelum Islam serta mempunyai kesamaan
dengan Buddha dalam bentuk asrama. Karena sekarang dianggap pasti bahwa Islam
telah masuk ke wilayah kepulauan di Asia Tenggara jauh lebih dini daripada
perkiraaan semula, yaitu sudah sejak pertengahan abad ke -9, tampaknya masuk
akal, bahwa pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara
paralel.[6]
Berdasarkan
pendapat tersebut, memang ada persamaan secara logika bahwa pesantren berasal
dari sistem pendidikan Budha yang diadopsi masyarakat Jawa. Hal ini terbukti
bahwa agama Budha terlebih dahulu datang ke Nusantara daripada agama Islam.
Kapan
lembaga pendidikan pesantren ini lahir di Indonesia? Inilah pertanyaan yang
sulit untuk di jawab. Hal ini disebabkan tidak tercover dalam sejarah Islam
Indonesia. Namun jawaban yang ada dan mempunyai bukti adalah pada abad ke -15,
pesantren telah didirikan oleh para penyebar agama Islam, diantaranya Wali
Songo. Untuk menyebarkan agama Islam, mereka mendirirkan mesjid dan asrama
untuk santri-santri. Dalam Babad Tanah Jawa, dijelaskan bahwa di Ampel Denta
Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu
atau ngaos pemuda Islam. Sunan Giri setelah ngelmu kepada Sunan
Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam di Giri.[7]
Pesantren
ini terus berkembang sampai sekarang dan mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Lembaga pendidikan Islam ini juga mengalami berbagai macam perubahan ke
arah kemajuan seiring dengan perkembangan lembaga pendidikan lainnya.
2. Meunasah.
Meunasah
juga merupakan lembaga pendidikan yang ada di Aceh. Lembaga pendidikan Islam
semacam pesantren di Aceh, disebut juga dayah atau madrasah-menurut Azyumardi
Azra.[8]
Baik
meunasah maupun dayah adalah lembaga sosial yang difungsikan sebagai lembaga
pendidikan, tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Meunasah semula adalah
salahsatu tempat ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh.
Selanjutnya, meunasah mengalami perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah
juga sebagai tempat pendidikan, tempat pertemuan, dan tempat transaksi jual
beli, bahkan seperti surau di Minangkabau, meunasah juga berfungsi sebagai
tempat menginap para musafir, tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan
jika ada warga kampung yang bertikai.[9]
Akan
tetapi lembaga pendidikan ini tidak bertahan lama disebabkan oleh masuknya
penjajahan. Dan sampai saat ini tidak pernah lagi ada meunasah-meunasah di
Aceh.
3. Surau.
Di
Sumtera Barat lembaga pendidikan dikenal dengan istilah surau. Pada awalnya
surau merupakan tempat tinggal para pemuda dan laki-laki yang ditinggalkan
isterinya. Dikatakan bahwa raja Aditiawarman telah mendirikan komplek surau di
sekitar Bukit Gombak. Surau ini dugunakan sebagai tempat berkumpul pemuda-pemuda
untuk belajarilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan masalah-asalah
sosial, menurut Christine Dobbin, setelah Islam masuk ke Minangkabau, umat
Islam menyusun sarana belajar atas dasar surau yang didirikan oleh
Aditiawarman.[10]
Disurau inilah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
yang tertua di Sumatera Barat. Dengan masuknya Islam, suarau juga mengalami
proses islamisasi. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak bujang tidak
berubah, tetapi fugsinya diperluas seperti fungsi mesjid, yaitu sebagai tempat
belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah.[11]
Kehadiran surau sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam semacam
pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi suara dalam masyarakat
Minangkabau seperti diungkapkan dia atas. Cikal bakal surau dalam konteks
pembicaraan terakhir ini-setidaknya menurut Mahmud Yunus – pertama kali
dimunculkan oleh Syekh Burhanuddin (1066-1111H/1646-1691 M). [12]Setelah
belajar dari Kotaraja Aceh, dimana ia belajar ilmu agama pada Syekh Abdurrauf
Singkel- ulama Aceh terkenal- Syekh Burhanuddin mendirikan surau di kampung
halamnny, Ulakan Pariaman.
Perkembangan selanjutnya dari lembaga pendidikan Islam di
Sumatera Barat terus mengalami peningkatan dan akhirnya berobah menjadi School
dan akhirnya menjadi madrasah.
C. Madrasah dan Perkembangannya di Indonesia.
Madrasah sudah menjadi fenomena yang
menonjol sejak awal abad 11-12 M (abad 5 H), khususnya ketika Wazir bani Saljuk
Nizam al_mulk mendirikan madrasah Nizhamiyah di Baghdad.[13]
Ini mengandung arti bahwa pada awalnya
madrasah yang didirikan Nizhamul Mulk merupakan madrasah pertama dalam
pendidikan Islam. Ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Maksum bahwa, “pada
abad pertengahan, madrasah dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam par
exellence, menjadi trend hampir di semua wilayah kekuasaan Islam.”[14]
Sulit sekali memastikan madrasah apa yang
pertama dibangun dan kapan muncul. Syalabi dan K.Hitti mengangkat madrasah
Nizhamiyah sebagai madrasah yang mula-mula muncul. Mungkin mereka berangkat
dari popularita Nishamiyah. Memang Nishamiyah sering disebut-sebut dalam buku
sejarah dan namanya sangat terkenal dalam sejarah Islam. Ketenaran Nizhamiyah
inialh mungkin yang membuat Syalabi dan K.Hitti memastikan Nizhamiyah sebagai
madrasah pertama muncul. Jadi Nizhamiyah adalah madrasah besar yang pertama
berdiri di dunia Islam sehingga ia diangkat sebagai tonggak pertama dari bentuk
madrasah. Al-Maqrizi dan Bulliet menemukan bukti lain tentang madrasah pertama.
Namun demikian, mereka tidak memiliki pendapat yang sama mengenai madrasah yang
pertama tersebut.[15]
Antara madrasah dan lembaga-lembaga
pendidikan sebelumnya mempunyai perbedaan. Lembaga-lembaga pendidikan sebelum
madrasah tidak diatur secara administratif. Guru dan murid mempunyai kebebasan
dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Sedangkan madrasah memiliki
administrasi yang teratur dan rapi sehingga pelaksanaan pendidikan mengikuti
aturan yang ditetapkan oleh pengelola madrasah.[16]
Walaupun madrasah ini pada mulanya merupakan
lanjutan dari kuttab, mesjid, khan dan saloon tapi eksistensi madrasah telah
menjadi lembaga pendidikan terpopuler di negara kekuasaan Islam termasuk di
Indonesia.
Kalau dilihat dari evolusinya lembaga
pendidikan Islam di Timur Tengah dan di Indonesia mempunyai kesamaan. Hal ini
bisa dilihat dengan perobahan lembaga pendidikan di Timur Tengah dari kuttab, mesjid, khan dan saloon akhirnya
menjadi madrasah. Sementara di Indonesia
evolusi lembaga pendidikannya dari pesantren, meunasah, surau dan akhirnya
terbentuklah madrasah.
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan
madrasah sebagai istilah sebutan untuk satu jenis pendidikan Islam digunakan di
Indonesia. Untuk menelusuri hal ini agaknya diperlukan penelitian dan studi
khusus yang serius.[17]
Tampaknya ungkapan ini mengandung kebenaran
juga disebabkan kelemahan dari ahli sejarah khusus dalam bidang pendidikan yang
tidak memberikan perhatian khusus untuk mencatatkannya dalam sejarah pendidikan
Islam.
Muhammad Daud Ali memberikan pendapat bahwa
yang melatarbelakangi pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada
dua situasi, yaitu:[18]
1. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
2. Respon pendidikan Islam terhadap kebijakan
pendidikan Hindia Belanda.
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
sehingga melatarbelakangi tumbuhnya
madrasah disini adalah adanya keinginan umat Islam untuk mengadakan pembaharuan
termasuk dalam bidang pendidikan.
Sementara itu, respon pendidikan Islam
terhadap kebijakan pendidikan Hindi Belanda mengandung arti bahwa masyarakat
ingin menandingi sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda sekaligus
mengimbangi dari seluruh aspek administrasi dan kualitas.Atas dasar itulah maka
para pemerhati pendidikan Islam yang mereka berasal dari alumni Timur Tengah
mendirikan madrasah atau sekolah. Madrasah-madrasah yang didirikan tersebut
antara lain.[19]
a. Madrasah (Adabiyah School). Madrasah ini
didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1907 di Padang Panjang. Belum
cukup satu tahun madrasah ini dipindahkan ke Padang. Pada tahun 1915 madrasah
ini mendapat pengakuan dari Belanda dan berubah menjadi Hollands Inlandsche
School (HIS).
b. Sekolah Agama (Madras School). Didirikan
oleh Syaikh M. Thaib Umar di Sungayang, Batusangkar pada tahun 1910. Madrasah
ini pada tahun 1913 terpaksa ditutup
dengan alasan kekurangan tempat. Namun pada tahun 1918,Mahmud Yunus mendirikan
Diniyah School sebagai kelanjutan dari Madras School.
c. Madrasah Diniyah (Diniyah School). Madrasah
Diniyah didirikan pada tanggal 10 Oktober 1915 oleh Zainuddin Labay El-Yunusi
di Padangpanjang. Madrasah ini merupakan madrasah sore yang tidak hanya
megajarkan pelajaran agama tetapi juga pelajaran umum.
d. Madrasah Muhammadiyah. Madrasah Muhammadiyah
tidak diketahui berdirinya dengan pasti, namun diperkirakan berdiri pada tahun
1918 ynag didirikan oleh organisasi Muhammadiyah.
e. Arabiyah School. Arabiyah School
didirikan di Ladang Lawas oleh Syekh
Abbas.
f. Sumatera Thawalib oleh Syekh Abdul Karim
Amrullah pada tahun 1921 di Padang Panjang.
g. Madrasah Diniyah Putri didirikan di Padangpanjang
pada tahun 1923 oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusy. Madrasah ini merupakan madrasah
pitru yang pertama di Indonesia.
h. Madrasah Salafiyah oleh KH.Hasyim Asy’ary
pada tahun 1916 di Tebuireng Jombang – Jawa Timur. Madrasah ini berada dibawah
naungan Nahdlatul Ulama.
Selanjutnya setelah kemerdekaan, pada
tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah departemen Agama. Jadilah madrasah dibawah
naungan Departemen Agama. Namun dalam perkembangan selanjutnya madrasah
walaupun sudah berada di bawah naungan Departemen tetapi hanya sebatas
pembinaan dan pengawasan.[20]
Sungguhpun pendidikan Islam di
Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah panjang, namun dirasakan
tersisih dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini berlnagusng sampai dengan
dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24 Maret 1975 yang tersohor itu, yang
berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream
pendidikan nasional.[21]
Dengan SKB tersebut, madrasah
memperoleh defenisi yang semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara
dengan sekolah sekalipun pengelolaannya tetap berada di bawah Departemen Agama.
Namun pada perkembangan selanjutnya, akhir dekade 1980-an dunia pendidikan
Islam memasuki era integritasi dengan lahirnya UU No. 2/1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional, eksistensi madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan Islam semakin mendapat tempatnya.
Tetapi ini mendapat kendala seperti yang dikhawatirkan Malik Fajar “ketika
format madrasah dari waktu ke waktu menjadi semakin jelas sosoknya, sementara
isi dan visi keisalaman terus mengalami perubahan.[22]
PENUTUP
Lembaga pendidikan Islam pada era awal
berbentuk non formal yang di dirikan oleh rasulullah di rumah Arqam bin Abu
Arqam kemudian disusul pelaksanaannya di mesjid. Sepeninggal rasulullah dilanjutkan
oleh para khulafaurrasyidin melalui lembaga pendidikan kuttab.
Namun sesuai dengan perluasan
kekuasaan Islam dan ditambah dengan terkombinasinya ilmu pengetahuan Islam
dengan hellenisme, maka mulailah lembaga pendidikan Islam membentuk lembaga
pendidikan baru yang dinamakan madrasah. Perdana menteri Nizhamul Mulk dianggap
sebagai pendiri pertama lembaga pendidikan madrasah ini.
Di Indonesia, lembaga pendidikan Islam
pada masa awal dimulai dengan bentuk lembaga yang berbeda-beda namanya. Seperti
di Jawa pesantren, di Sumatera Barat surau dan di Aceh meunasah atau dayah.
Namun disebabkan oleh pergeseran dengan datangnya penjajah, maka lembaga
pendidikan tersebut tidak mampu bertahan lama.
Harus diakui melalui pendapat para
ahli sejarah bahwa madrasah yang sangat dominan di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan
dengan data bahwa madrasah pada awalnya didirikan oleh para pemerhati
pendidikan di Sumatera Barat.
Setelah mengalami perkembangan, maka
setelah Indonesia merdeka dan terbentuknya Departemen Agama, mulailah madrasah
mendapat perioritas dalam kancah pendidikan nasional. Beberapa dukungan dalam
memajukan madrasah seperti SKB 3 Menteri dan UUSPN telah mampu mensejajarkan
madrasah di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan manajemen
lembaga pendidikan Islam, maka perlu dikaji kondisi yang ada pada pesantren,
surau, meunasah dan madrasah seperti: planning, actuating, coordinating,
controling, dan evaluating.
Perencanaan (planning) adalah
suatu rangkaian yang telah ditentukan sebelumnya atau proses menentukan
tindakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana supaya rencana tersebut
direalisasikan.[23]
Jadi kalau kita telaah secara seksama, lembaga pendidikan Islam seperti:
pesantren, surau dan meunasah termasuk kepada lembaga pendidikan yang
mengarahkan anak didik untuk menjadi ulama yang hanya ahli dalam ilmu agama.
Itulah gambaran planing dari lembaga
pendidikan Islam.
Pengorganisasian atau bisa dikatakan actuating
adalah mencakup kegiatan mengembangkan struktur, tujuan dan peranan yang ada di
dalamnya untuk menentukan tuntutan kegiatan tugas yang diperlukan dalam rangka
mencapai tujuan oleh setiap orang. Pengorganisasian juga difahami, pembagian
tugas, wewenang, tanggung jawab, pertanggung jawaban dan pendelegasian.[24]
Selama ini pesantren, surau dan meunasah menjalankan program pendidikan hanya
dalam satu penyelenggara saja. Pelaksana lembaga pendidikan cukup dikelola
hanya satu orang saja tanpa adanya strutur yang terorganisir dengan baik.
Coordinating yang tampak dalam lembaga pendidikan Islam
dinyatakan dengan adanya kerjasama antar pendidik yang satu spesialisasi ilmu
dengan pendidik yang berbeda spesialisasi ilmunya. Seperti halnya pelajar yang
menuntut ilmu hadis, setelah selesai belajar dengan satu guru, maka guru
tersebut menyarankan untuk melanjutkan ke guru yang lain yang dipandangnya
cakap dalam disiplin ilmu lain.
Controling yang dilakukan dalam lembaga pendidikan Islam
melalui adanya pantauan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini terjadi setelah
munculnya madrasah yang disubsidi langsung oleh pemerintah. Madrasah selaku
penyelenggara pendidikan terus berkonsultasi dengan pakar pendidikan
pemerintah, sehingga madrasah selalu eksis dalam meningkatkan kualitas
pendidikan Islam. Inilah yang digunakan dalam pendidikan Islam pada masa
kejayaan dinasti Abbasyiah.
Evaluating juga dilakukan pihak madrasah dengan
menggunakan ujian di akhir pembelajaran. Sejak diadakannya sistem ujian, maka
mulailah ditandai dengan terbitnya sistem ijazah bagi setiap pelajar yang telah
menyelesaikan studinya. Dengan berbekal ijazah yang diberikan oleh guru atau
lembaga pendidikan Islam itu, maka secara resmi siswa tersebut berhak atas
kepemilikan ilmu serta berhak juga untuk mengajar sesuai dengan disiplin ilmu
yang dimilikinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asrohah,
Hanun. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Astuti,
Mira. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal Rumah, Kuttab, Masjid,
Saloon dan Madrasah. Dalam Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Group, 2007.
Nashabe,
Hisyam. Muslim Educational Instution. Beirut: Librarie Du Liban, 1989.
Stanton,
Charles Michael. Higher Learning in Islam: the Clasical Period, AD.
700-1300. Maryland: Rowman and Littlefield Inc.,1990.
Maksdisi,
George. “Typologi of Instution of Learning” dalam An Anthology Studies
oleh Issa J. Baulatta. Montreal: McGill Indonesia IAIN Development Project,
1992.
Ziemek,
Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial, Terjemahan oleh Butcle B.
Soendojo. Jakarta: P3M, 1983.
Ribson,
S.O. Java at the Crosroads: Aspect of Javanese Cultural History in the 14th
Centures”, dalam BKI,Martinus Nijhoff , 1881.
Azra,
Azyumardi. (Ed), Persfektif Islam di
Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991.
Abdullah,
Taufik (Ed). Agama dan Perubahan Sosial
(Jakarta: CV. Rajawali, 1983.
Dobbin,
Christine. “Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the 19th Century”
dalam, vol. 8, Part, Juli 1971.
Cambridge: University Press,1971.
Azra,
Azyumardi. ”The Rise and the Decline of the Minangkabau: a Traditional
Instution in West Sumatera during the Dutch Colonial Goverment,” Tesis
tidak diterbitkan. Colombia University, 1998.
Yunus, Mahmud. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Mutiara, 1979.
Mukhtar,
Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001.
Bulliet,
Richard W. The Patrician of Naisapur:
a Study in Medieval Islamic Social History. Harvard:University Press, 1972.
Ali,
Muhammad Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995.
Aly,
Abdullah dan H.A. Mustafa. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia, 1998.
Tilaar,
H.A.R. Paradigma Baru Pendidikan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Fajar, Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas.
Bandung: Mizan, 1998.
Siddik,
Dja’far. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media
Printis, Cet.1, 2011.
Susmaini
dan Muhammad Rifa’i, Teori Manajemen; Menuju Efektifitas Pengelolaa Organisasi. Bandung: Citapustaka Media, 2007.
[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 13.
[2] Mira Astuti, Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal Rumah,
Kuttab, Masjid, Saloon dan Madrasah. Dalam Syamsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007), h. 110
[3] Hisyam Nashabe, Muslim Educational Instution (Beirut: Librarie
Du Liban, 1989), h. 25
[4] Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: the Clasical
Period, AD. 700-1300 (Maryland: Rowman and Littlefield Inc.,1990), h. 122.
[5] George Makdisi, “Typologi of Instution of Learning” dalam An
Anthology Studies oleh Issa J. Baulatta (Montreal: McGill Indonesia IAIN
Development Project, 1992), h. 16.
[6] Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Terjemahan
oleh Butcle B. Soendojo (Jakarta: P3M, 1983), h. 17.
[7] S.O.Ribson, Java at the Crosroads: Aspect of Javanese Cultural
History in the 14th Centures”, dalam BKI,Martinus Nijhoff , 1881) h. 275.
[8] Azyumardi Azra, (Ed), Persfektif
Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991), h. Xvi.
[9] Taufik Abdullah, (Ed), Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), h. 120.
[10] Christine Dobbin, “Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of
the 19th Century” dalam, vol. 8, Part, Juli 1971( Cambridge: University Press, h. 120-121.
[11] Azyumardi Azra,”The Rise and the Decline of the Minangkabau: a
Traditional Instution in West Sumatera during the Dutch Colonial Goverment,”
Tesis tidak diterbitkan (Colombia University, 1998), h. 22.
[12] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Mutiara,
1979), h. 20-21.
[13] Maksum Mukhtar, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 79
[14] Ibid,.
[15] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan...., h. 101
[16] Richard W. Bulliet, The Patrician of Naisapur: a Study in Medieval
Islamic Social History (Harvard:University Press, 1972), h. 410.
[17] Maksum Mukhtar, Madrasah Sejarah...., h. 97
[18] Muhammad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 149.
[19] H.A. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 94.
[20] Maksum, Madrasah Seajarah...., h. 132.
[21] H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakaarta:
Rineka Cipta, 2000), h. 147
[22] Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan,
19998), h. ix
[23] Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam (Bandung:
Citapustaka Media Printis, Cet.1, 2011), h. 65.
[24] Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori Manajemen; Menuju Efektifitas
Pengelolaa Organisasi (Bandung:
Citapustaka Media, 2007), h. 64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar