Minggu, 12 Juli 2015

MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



 Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
Abdusima Nasution, S.Ag., MA
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Pengkajian manajemen lembaga pendidikan Islam tidak terlepas dari rentetan sejarah lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Sebab harus diakui , bahwa Islam merupakan pendidikan bagi umat Islam. Ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam ada seiring dengan datangnya ajaran Islam.
Perputaran masa dari waktu ke waktu menjadikan pendidikan Islam yang pada awalnya sebagai lembaga pendidikan non formal beranjak dan berkembang menjadi lembaga pendidikan formal yang ada sampai saat ini. Sehingga perkembangan lembaga pendidikan Islam berkembang di seluruh dunia khusus di negara-negara Islam.
Mengingat pentingnya mengkaji lembaga pendidikan Islam itu, maka suatu hal yang harus difahami bagaimana sejarah pertumbuhan lembaga pendidikan Islam dan perkembangannya. Oleh sebab itu didalam makalah ini nanti akan diuraikan secara ringkas tentang ; sejarah awal lembaga pendidikan Islam, lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia, serta madrasah dan perkembangannya di Indonesia.
B.    Rumusan Masalah
Agar pembahasan makalah ini terfokus dan tidak melenceng dari permasalahannya ada baiknya dijelaskan pembatasannya sebagai berikut:
1.    Bagaimana sejarah awal lembaga pendidikan Islam?
2.    Lembaga-lembaga pendidikan apa saja yang ada di Indonesia?
3.    Bagaimana perkembangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia?
C.   Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk:
1.    Mengetahui sejarah awal lembaga pendidikan Islam.
2.    Mengetahui lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia.
3.    Mengetahui perkembangan lembaga pendidikan Islam  di Indonesia.
D.   Manfaat Pembahasan
Harus diakui bahwa banyak sebenarnya manfaat dari pembahasan makalah ini. Namun disini akan diketengahkan beberapa manfaat yang dirasakan perlu bagi dunia pendidikan.
1.    Sebagai bahan informasi penting bagi pengetahuan tentang pendidikan Islam.
2.    Sebagai bahan rujukan dalam mendalami serta mengambil i’tibar ke depan.
3.    Sebagai penambah wawasan berfikir dalam mengambil kebijakan di dunia pendidikan Islam.
PEMBAHASAN

Sejarah Pertumbuhan Lembaga Pendidikan Islam
dan Perkembangannya

A.   Sekilas Sejarah Awal Lembaga Pendidikan Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam ada seiring dengan datangnya agama Islam yang dibawa oleh rasulullah Muhammad SAW. sebab dalam ajaran Islam, seluruh ajarannya mengandung  pendidikan bagi kehidupan manusia.
Walau tidak termaktub secara historis, namun harus diakui bahwa pendidikan Islam pertama sekali diemban dan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. ini mengandung arti bahwa rasulullah-lah yang menjadi guru pertama dalam pendidikan Islam.
Secara historis, lembaga pendidikan Islam yang pertama sekali didirikan rasulullah adalah di sebuah rumah sahabat yang bernama Arqam bin Abu Arqam. Ini sesuai dengan apa yang diungkapakan Hanun Asrohah: “ sesudah nabi mendapat pengikut, beliau menghimpun mereka untuk menerima penjelasan-penjelasan yang  diajarkan secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam di Bukit Shafa. Rumah Arqam dipilih  sebagai tempat berkumpulnya umat Islam untuk menerima pelajaran dari nabi, karena Arqam adalah sahabat rasulullah yang setia sekaligus lokasinya yang sangat baik, terhadang dari penglihatan kaum Quraisy.”[1]
Dari uraian diatas maka yang menjadi catatan penting adalah di rumah Arqam bin Abu Arqam ini lah lembaga pendidikan Islam yang pertama ada. Sekaligus rasulullah adalah guru pertama dalam sejarah pendidikan Islam.
Kalau ditilik dari perspfektif sejarah Islam, maka lembaga pendidikan Islam di era awal yang digunakan oleh rasulullah, para sahabat, tabi’it tabi’in sampai muta’akhkhirin  maka lembaga pendidikan itu adalah : rumah, kuttab masjid, saloon dan madrasah.[2]
Dan Hisham Nashabe menambahkan bahwa “Lembaga-lembaga masjid, Kuttab, Pendidikan Tinggi Darl al- Hikmah dan Darl-al-‘Ilm, madrasah, bimaristan mendominasi aktivitas pendidikan di kota-kota muslim hingga menjelang era moderen.”[3]
Berbeda dengan itu, Charles Michael Stanton mengatakan lembaga pendidikan Islam masa klasik itu ada dua macam: yaitu lembaga pendidikan formal dan informal.[4] Pembedaan lembaga pendidikan ini di bedakan dengan tujuan tertentu dari pemerintahan. Formal merupakan lembaga yang di bentuk dari dan oleh pemerintah, sementara informal bebas dan tidak diperhatikan pemerintah.
Sementara Gorge Makdisi membagi lembaga pendidikan Islam sebelum lahirnya madrasah menjadi dua tipe: yaitu lembaga pendidikan yang exlusife (tertutup) terhadap pengetahuan umum dan lembaga pendidikan yang inklusife (terbuka) terhadap pengetahuan umum.[5]
Memang banyak ahli sejarah yang berbeda pendapat mengenai lembaga pendidikan klasik dan pengklasifikasiannya. Hal ini terjadi diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang dan orientasinya  saja dan tidak begitu krusial sekali.
B.    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia.
Setelah mengetahui tentang lembaga-lembaga pendidikan Islam di masa klasik, sejak rasulullah sampai ke masa mutaakhkhirin maka sekarang akan diuraikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia pada masa awal.
Pada dasarnya sejak Islam masuk yang dibawa oleh para Gujarat dan bangsa Arab, maka telah terjadi proses pendidikan. Proses pendidikan dilakukan secara nyata melalui perdagangan, pernikahan serta dakwah.
Setelah Islam mulai tersebar di Nusantara, maka mulailah terbentuk secara tidak langsung lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan di mesjid, surau dan rumah-rumah penduduk setempat. Dengan dalih dakwah, namun pada hakikatnya semua itu merupakan proses pendidikan.
Untuk periode selanjutnya, pendidikan dilaksanakan dalam berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut seperti: pesantren, meunasah, surau dan akhirnya menjadi madarasah.
1.    Pesantren.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama ada di Indonesia. Pesantren inilah merupakan cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan di Indonesia dan juga sebagai lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia.
Menurut Manfred, pesantern berasal dari masa sebelum Islam serta mempunyai kesamaan dengan Buddha dalam bentuk asrama. Karena sekarang dianggap pasti bahwa Islam telah masuk ke wilayah kepulauan di Asia Tenggara jauh lebih dini daripada perkiraaan semula, yaitu sudah sejak pertengahan abad ke -9, tampaknya masuk akal, bahwa pendidikan agama yang melembaga berabad-abad berkembang secara paralel.[6]
Berdasarkan pendapat tersebut, memang ada persamaan secara logika bahwa pesantren berasal dari sistem pendidikan Budha yang diadopsi masyarakat Jawa. Hal ini terbukti bahwa agama Budha terlebih dahulu datang ke Nusantara daripada agama Islam.
Kapan lembaga pendidikan pesantren ini lahir di Indonesia? Inilah pertanyaan yang sulit untuk di jawab. Hal ini disebabkan tidak tercover dalam sejarah Islam Indonesia. Namun jawaban yang ada dan mempunyai bukti adalah pada abad ke -15, pesantren telah didirikan oleh para penyebar agama Islam, diantaranya Wali Songo. Untuk menyebarkan agama Islam, mereka mendirirkan mesjid dan asrama untuk santri-santri. Dalam Babad Tanah Jawa, dijelaskan bahwa di Ampel Denta Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu atau ngaos pemuda Islam. Sunan Giri setelah ngelmu kepada Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan Islam di Giri.[7]
Pesantren ini terus berkembang sampai sekarang dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Lembaga pendidikan Islam ini juga mengalami berbagai macam perubahan ke arah kemajuan seiring dengan perkembangan lembaga pendidikan lainnya.

2.    Meunasah.
Meunasah juga merupakan lembaga pendidikan yang ada di Aceh. Lembaga pendidikan Islam semacam pesantren di Aceh, disebut juga dayah atau madrasah-menurut Azyumardi Azra.[8]
Baik meunasah maupun dayah adalah lembaga sosial yang difungsikan sebagai lembaga pendidikan, tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Meunasah semula adalah salahsatu tempat ibadah yang terdapat dalam setiap kampung di Aceh. Selanjutnya, meunasah mengalami perkembangan fungsi baik sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat pendidikan, tempat pertemuan, dan tempat transaksi jual beli, bahkan seperti surau di Minangkabau, meunasah juga berfungsi sebagai tempat menginap para musafir, tempat membaca hikayat, dan tempat mendamaikan jika ada warga kampung yang bertikai.[9]
Akan tetapi lembaga pendidikan ini tidak bertahan lama disebabkan oleh masuknya penjajahan. Dan sampai saat ini tidak pernah lagi ada meunasah-meunasah di Aceh.

3.    Surau.
Di Sumtera Barat lembaga pendidikan dikenal dengan istilah surau. Pada awalnya surau merupakan tempat tinggal para pemuda dan laki-laki yang ditinggalkan isterinya. Dikatakan bahwa raja Aditiawarman telah mendirikan komplek surau di sekitar Bukit Gombak. Surau ini dugunakan sebagai tempat berkumpul pemuda-pemuda untuk belajarilmu agama sebagai alat yang ideal untuk memecahkan masalah-asalah sosial, menurut Christine Dobbin, setelah Islam masuk ke Minangkabau, umat Islam menyusun sarana belajar atas dasar surau yang didirikan oleh Aditiawarman.[10]
     Disurau inilah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang tertua di Sumatera Barat. Dengan masuknya Islam, suarau juga mengalami proses islamisasi. Fungsinya sebagai tempat penginapan anak bujang tidak berubah, tetapi fugsinya diperluas seperti fungsi mesjid, yaitu sebagai tempat belajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar agama dan tempat ibadah.[11]
     Kehadiran surau sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi suara dalam masyarakat Minangkabau seperti diungkapkan dia atas. Cikal bakal surau dalam konteks pembicaraan terakhir ini-setidaknya menurut Mahmud Yunus – pertama kali dimunculkan oleh Syekh Burhanuddin (1066-1111H/1646-1691 M). [12]Setelah belajar dari Kotaraja Aceh, dimana ia belajar ilmu agama pada Syekh Abdurrauf Singkel- ulama Aceh terkenal- Syekh Burhanuddin mendirikan surau di kampung halamnny, Ulakan Pariaman.
     Perkembangan selanjutnya dari lembaga pendidikan Islam di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan dan akhirnya berobah menjadi School dan akhirnya menjadi madrasah.
C.   Madrasah dan Perkembangannya di Indonesia.
Madrasah sudah menjadi fenomena yang menonjol sejak awal abad 11-12 M (abad 5 H), khususnya ketika Wazir bani Saljuk Nizam al_mulk mendirikan madrasah Nizhamiyah di Baghdad.[13]
Ini mengandung arti bahwa pada awalnya madrasah yang didirikan Nizhamul Mulk merupakan madrasah pertama dalam pendidikan Islam. Ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Maksum bahwa, “pada abad pertengahan, madrasah dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam par exellence, menjadi trend hampir di semua wilayah kekuasaan Islam.”[14]
Sulit sekali memastikan madrasah apa yang pertama dibangun dan kapan muncul. Syalabi dan K.Hitti mengangkat madrasah Nizhamiyah sebagai madrasah yang mula-mula muncul. Mungkin mereka berangkat dari popularita Nishamiyah. Memang Nishamiyah sering disebut-sebut dalam buku sejarah dan namanya sangat terkenal dalam sejarah Islam. Ketenaran Nizhamiyah inialh mungkin yang membuat Syalabi dan K.Hitti memastikan Nizhamiyah sebagai madrasah pertama muncul. Jadi Nizhamiyah adalah madrasah besar yang pertama berdiri di dunia Islam sehingga ia diangkat sebagai tonggak pertama dari bentuk madrasah. Al-Maqrizi dan Bulliet menemukan bukti lain tentang madrasah pertama. Namun demikian, mereka tidak memiliki pendapat yang sama mengenai madrasah yang pertama tersebut.[15]
Antara madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya mempunyai perbedaan. Lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah tidak diatur secara administratif. Guru dan murid mempunyai kebebasan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Sedangkan madrasah memiliki administrasi yang teratur dan rapi sehingga pelaksanaan pendidikan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pengelola madrasah.[16]
Walaupun madrasah ini pada mulanya merupakan lanjutan dari kuttab, mesjid, khan dan saloon tapi eksistensi madrasah telah menjadi lembaga pendidikan terpopuler di negara kekuasaan Islam termasuk di Indonesia.
Kalau dilihat dari evolusinya lembaga pendidikan Islam di Timur Tengah dan di Indonesia mempunyai kesamaan. Hal ini bisa dilihat dengan perobahan lembaga pendidikan di Timur Tengah dari  kuttab, mesjid, khan dan saloon akhirnya menjadi madrasah.  Sementara di Indonesia evolusi lembaga pendidikannya dari pesantren, meunasah, surau dan akhirnya terbentuklah madrasah.
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan madrasah sebagai istilah sebutan untuk satu jenis pendidikan Islam digunakan di Indonesia. Untuk menelusuri hal ini agaknya diperlukan penelitian dan studi khusus yang serius.[17]
Tampaknya ungkapan ini mengandung kebenaran juga disebabkan kelemahan dari ahli sejarah khusus dalam bidang pendidikan yang tidak memberikan perhatian khusus untuk mencatatkannya dalam sejarah pendidikan Islam.
Muhammad Daud Ali memberikan pendapat bahwa yang melatarbelakangi pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada dua situasi, yaitu:[18]
1.    Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
2.    Respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda.
Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia sehingga melatarbelakangi  tumbuhnya madrasah disini adalah adanya keinginan umat Islam untuk mengadakan pembaharuan termasuk dalam bidang pendidikan.
Sementara itu, respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindi Belanda mengandung arti bahwa masyarakat ingin menandingi sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda sekaligus mengimbangi dari seluruh aspek administrasi dan kualitas.Atas dasar itulah maka para pemerhati pendidikan Islam yang mereka berasal dari alumni Timur Tengah mendirikan madrasah atau sekolah. Madrasah-madrasah yang didirikan tersebut antara lain.[19]
a.    Madrasah (Adabiyah School). Madrasah ini didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1907 di Padang Panjang. Belum cukup satu tahun madrasah ini dipindahkan ke Padang. Pada tahun 1915 madrasah ini mendapat pengakuan dari Belanda dan berubah menjadi Hollands Inlandsche School  (HIS).
b.    Sekolah Agama (Madras School). Didirikan oleh Syaikh M. Thaib Umar di Sungayang, Batusangkar pada tahun 1910. Madrasah ini  pada tahun 1913 terpaksa ditutup dengan alasan kekurangan tempat. Namun pada tahun 1918,Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School sebagai kelanjutan dari Madras School.
c.    Madrasah Diniyah (Diniyah School). Madrasah Diniyah didirikan pada tanggal 10 Oktober 1915 oleh Zainuddin Labay El-Yunusi di Padangpanjang. Madrasah ini merupakan madrasah sore yang tidak hanya megajarkan pelajaran agama tetapi juga pelajaran umum.
d.    Madrasah Muhammadiyah. Madrasah Muhammadiyah tidak diketahui berdirinya dengan pasti, namun diperkirakan berdiri pada tahun 1918 ynag didirikan oleh organisasi Muhammadiyah.
e.    Arabiyah School. Arabiyah School didirikan  di Ladang Lawas oleh Syekh Abbas.
f.     Sumatera Thawalib oleh Syekh Abdul Karim Amrullah pada tahun 1921 di Padang Panjang.
g.    Madrasah Diniyah Putri didirikan di Padangpanjang pada tahun 1923 oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusy. Madrasah ini merupakan madrasah pitru yang pertama di Indonesia.
h.    Madrasah Salafiyah oleh KH.Hasyim Asy’ary pada tahun 1916 di Tebuireng Jombang – Jawa Timur. Madrasah ini berada dibawah naungan Nahdlatul Ulama.
Selanjutnya setelah kemerdekaan, pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah departemen Agama. Jadilah madrasah dibawah naungan Departemen Agama. Namun dalam perkembangan selanjutnya madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan Departemen tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.[20]
Sungguhpun pendidikan Islam di Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah panjang, namun dirasakan tersisih dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini berlnagusng sampai dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24 Maret 1975 yang tersohor itu, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional.[21]
Dengan SKB tersebut, madrasah memperoleh defenisi yang semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipun pengelolaannya tetap berada di bawah Departemen Agama. Namun pada perkembangan selanjutnya, akhir dekade 1980-an dunia pendidikan Islam memasuki era integritasi dengan lahirnya UU No. 2/1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, eksistensi  madrasah sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan Islam semakin mendapat tempatnya. Tetapi ini mendapat kendala seperti yang dikhawatirkan Malik Fajar “ketika format madrasah dari waktu ke waktu menjadi semakin jelas sosoknya, sementara isi dan visi keisalaman terus mengalami perubahan.[22]





PENUTUP
          Lembaga pendidikan Islam pada era awal berbentuk non formal yang di dirikan oleh rasulullah di rumah Arqam bin Abu Arqam kemudian disusul pelaksanaannya di mesjid. Sepeninggal rasulullah dilanjutkan oleh para khulafaurrasyidin melalui lembaga pendidikan kuttab.
          Namun sesuai dengan perluasan kekuasaan Islam dan ditambah dengan terkombinasinya ilmu pengetahuan Islam dengan hellenisme, maka mulailah lembaga pendidikan Islam membentuk lembaga pendidikan baru yang dinamakan madrasah. Perdana menteri Nizhamul Mulk dianggap sebagai pendiri pertama lembaga pendidikan madrasah ini.
          Di Indonesia, lembaga pendidikan Islam pada masa awal dimulai dengan bentuk lembaga yang berbeda-beda namanya. Seperti di Jawa pesantren, di Sumatera Barat surau dan di Aceh meunasah atau dayah. Namun disebabkan oleh pergeseran dengan datangnya penjajah, maka lembaga pendidikan tersebut tidak mampu bertahan lama.
          Harus diakui melalui pendapat para ahli sejarah bahwa madrasah yang sangat dominan di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan data bahwa madrasah pada awalnya didirikan oleh para pemerhati pendidikan di Sumatera Barat.
          Setelah mengalami perkembangan, maka setelah Indonesia merdeka dan terbentuknya Departemen Agama, mulailah madrasah mendapat perioritas dalam kancah pendidikan nasional. Beberapa dukungan dalam memajukan madrasah seperti SKB 3 Menteri dan UUSPN telah mampu mensejajarkan madrasah di Indonesia.
          Dalam kaitannya dengan manajemen lembaga pendidikan Islam, maka perlu dikaji kondisi yang ada pada pesantren, surau, meunasah dan madrasah seperti: planning, actuating, coordinating, controling, dan evaluating.
          Perencanaan (planning) adalah suatu rangkaian yang telah ditentukan sebelumnya atau proses menentukan tindakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana supaya rencana tersebut direalisasikan.[23] Jadi kalau kita telaah secara seksama, lembaga pendidikan Islam seperti: pesantren, surau dan meunasah termasuk kepada lembaga pendidikan yang mengarahkan anak didik untuk menjadi ulama yang hanya ahli dalam ilmu agama. Itulah gambaran  planing dari lembaga pendidikan Islam.
          Pengorganisasian atau bisa dikatakan actuating adalah mencakup kegiatan mengembangkan struktur, tujuan dan peranan yang ada di dalamnya untuk menentukan tuntutan kegiatan tugas yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan oleh setiap orang. Pengorganisasian juga difahami, pembagian tugas, wewenang, tanggung jawab, pertanggung jawaban dan pendelegasian.[24] Selama ini pesantren, surau dan meunasah menjalankan program pendidikan hanya dalam satu penyelenggara saja. Pelaksana lembaga pendidikan cukup dikelola hanya satu orang saja tanpa adanya strutur yang terorganisir dengan baik.
          Coordinating  yang tampak dalam lembaga pendidikan Islam dinyatakan dengan adanya kerjasama antar pendidik yang satu spesialisasi ilmu dengan pendidik yang berbeda spesialisasi ilmunya. Seperti halnya pelajar yang menuntut ilmu hadis, setelah selesai belajar dengan satu guru, maka guru tersebut menyarankan untuk melanjutkan ke guru yang lain yang dipandangnya cakap dalam disiplin ilmu lain.
Controling  yang dilakukan dalam lembaga pendidikan Islam melalui adanya pantauan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini terjadi setelah munculnya madrasah yang disubsidi langsung oleh pemerintah. Madrasah selaku penyelenggara pendidikan terus berkonsultasi dengan pakar pendidikan pemerintah, sehingga madrasah selalu eksis dalam meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Inilah yang digunakan dalam pendidikan Islam pada masa kejayaan dinasti Abbasyiah.
Evaluating  juga dilakukan pihak madrasah dengan menggunakan ujian di akhir pembelajaran. Sejak diadakannya sistem ujian, maka mulailah ditandai dengan terbitnya sistem ijazah bagi setiap pelajar yang telah menyelesaikan studinya. Dengan berbekal ijazah yang diberikan oleh guru atau lembaga pendidikan Islam itu, maka secara resmi siswa tersebut berhak atas kepemilikan ilmu serta berhak juga untuk mengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.








DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.

Astuti, Mira. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal Rumah, Kuttab, Masjid, Saloon dan Madrasah. Dalam Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007.

Nashabe, Hisyam. Muslim Educational Instution.  Beirut: Librarie Du Liban, 1989.

Stanton, Charles Michael. Higher Learning in Islam: the Clasical Period, AD. 700-1300. Maryland: Rowman and Littlefield Inc.,1990.

Maksdisi, George. “Typologi of Instution of Learning” dalam An Anthology Studies oleh Issa J. Baulatta. Montreal: McGill Indonesia IAIN Development Project, 1992.

Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial, Terjemahan oleh Butcle B. Soendojo. Jakarta: P3M, 1983.

Ribson, S.O. Java at the Crosroads: Aspect of Javanese Cultural History in the 14th Centures”, dalam BKI,Martinus Nijhoff , 1881.

Azra, Azyumardi.  (Ed), Persfektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991.

Abdullah, Taufik (Ed). Agama dan Perubahan Sosial  (Jakarta: CV. Rajawali, 1983.

Dobbin, Christine. “Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the 19th Century” dalam, vol. 8, Part, Juli 1971.  Cambridge: University Press,1971.

Azra, Azyumardi. ”The Rise and the Decline of the Minangkabau: a Traditional Instution in West Sumatera during the Dutch Colonial Goverment,” Tesis tidak diterbitkan. Colombia University, 1998.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Mutiara, 1979.

Mukhtar, Maksum. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.


Bulliet, Richard W.  The Patrician of Naisapur: a Study in Medieval Islamic Social History. Harvard:University Press, 1972.


Ali, Muhammad Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Aly, Abdullah dan H.A. Mustafa. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 1998.


Tilaar, H.A.R.  Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Fajar, Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan, 1998.

Siddik, Dja’far. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Citapustaka Media Printis, Cet.1, 2011.

Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori Manajemen; Menuju Efektifitas Pengelolaa  Organisasi. Bandung: Citapustaka Media, 2007.

         


[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 13.
[2] Mira Astuti, Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal Rumah, Kuttab, Masjid, Saloon dan Madrasah. Dalam Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007), h. 110
[3] Hisyam Nashabe, Muslim Educational Instution (Beirut: Librarie Du Liban, 1989), h. 25
[4] Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam: the Clasical Period, AD. 700-1300 (Maryland: Rowman and Littlefield Inc.,1990), h. 122.
[5] George Makdisi, “Typologi of Instution of Learning” dalam An Anthology Studies oleh Issa J. Baulatta (Montreal: McGill Indonesia IAIN Development Project, 1992), h. 16.
[6] Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Terjemahan oleh Butcle B. Soendojo (Jakarta: P3M, 1983), h. 17.
[7] S.O.Ribson, Java at the Crosroads: Aspect of Javanese Cultural History in the 14th Centures”, dalam BKI,Martinus Nijhoff , 1881) h. 275.
[8] Azyumardi Azra,  (Ed), Persfektif Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991), h. Xvi.
[9] Taufik Abdullah, (Ed), Agama dan Perubahan Sosial  (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), h. 120.
[10] Christine Dobbin, “Islamic Revivalism in Minangkabau at the Turn of the 19th Century” dalam, vol. 8, Part, Juli 1971(  Cambridge: University Press, h. 120-121.
[11] Azyumardi Azra,”The Rise and the Decline of the Minangkabau: a Traditional Instution in West Sumatera during the Dutch Colonial Goverment,” Tesis tidak diterbitkan (Colombia University, 1998), h. 22.
[12] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Mutiara, 1979), h. 20-21.
[13] Maksum Mukhtar, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 79
[14] Ibid,.
[15] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan...., h. 101
[16] Richard W. Bulliet, The Patrician of Naisapur: a Study in Medieval Islamic Social History (Harvard:University Press, 1972), h. 410.
[17] Maksum Mukhtar, Madrasah Sejarah...., h. 97
[18] Muhammad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 149.
[19] H.A. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 94.
[20] Maksum, Madrasah Seajarah...., h. 132.
[21] H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakaarta: Rineka Cipta, 2000), h. 147
[22] Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan, 19998), h. ix
[23] Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Citapustaka Media Printis, Cet.1, 2011), h. 65.
[24] Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori Manajemen; Menuju Efektifitas Pengelolaa  Organisasi (Bandung: Citapustaka Media, 2007), h. 64.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar