Rabu, 13 Januari 2016

MEMAKNAI HARI PENDIDIKAN NASIONAL



MEMAKNAI HARI PENDIDIKAN NASIONAL
PENDIDIKAN NILAI DAN NILAI PENDIDIKAN
OLEH: ABDUSIMA NASUTION, S.Ag., MA
                                                   (GURU MTs NEGERI BARUS)

            Tatkala seorang raja berjalan-jalan di sebuah perkampungan, tertegun dia melihat seorang kakek tua  yang bersusah payah di bawah teriknya matahari sedang berusaha menanam pohon kelapa. Baju yang sudah lusuh itu basah dengan keringatnya. Sang raja mendekati kakek itu dan bertanya,” Mengapa kakek susah-susah menanam pohon kelapa ini di bawah teriknya matahari, sementara kelapa ini berbuah beberapa tahun ke depan, yakinkah kakek dapat menikmati hasilnya nanti.?” Mendengar pertanyaan itu kakek tua tadi  menjawab sambil tersenyum, “Wahai sang raja, bukankah buah kelapa yang kita nikmati hari ini merupakan usaha keras orang-orang sebelum kita.?” Sang raja terkejut mendengar jawaban si kakek tua. Belum lagi sang raja menyambung pertanyaannya, kakek tua itu berujar lagi, “Semoga pohon ini cepat tumbuh dan besar tanpa ada penyakit yang merusaknya.”
            Itulah sebuah ilustrasi filosofis dari  perjalanan pendidikan. Makna yang terkandung dari kisah di atas memberikan tafsiran yang mendalam. Perjalanan pendidikan dari sejak dahulu sampai sekarang tetap eksis dari waktu ke waktu, tahun ke tahun sehingga perjalanan pendidikan terus terlaksana hingga akhir zaman nanti. Sang raja dalam kisah itu dimaknakan sebagai pemerintah, sementara kakek tua merupakan   unsur pengelola pendidikan, dan pohon kelapa adalah simbolistik dari materi pendidikan itu sendiri.
            Ketiga unsur (pemerintah, pengelola pendidikan, dan materi pendidikan) dalam lingakaran dunia pendidikan idealnya harus diikat dalam sebuah harmonisasi yang hakiki. Kalau ketiga unsur itu tidak saling kait, maka akan berdampak kepada rusaknya nilai-nilai pendidikan. Pendidikan sebagai wahana pembaharuan dalam memperbaiki kerusakan yang sistemik. Kerusakan sistemik itu akan berdampak kepada pergeseran dari nilai-nilai yang diharapkan dari inti pendidikan yang hakiki.

NILAI PENDIDIKAN
Sejak manusia lahir ke  dunia ini, sebenarnya telah dimulai proses  pendidikan. Seiring dengan perjalanan waktu, maka pendidikan terus terlaksana mulai sejak tingkat TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Nilai pendidikan sangat ditentukan oleh bagaimana manusia itu mengayati pendidikan dalam aspek kehidupannya. Nilai pendidikan akan sangat berguna dalam membentuk ketiga aspek yang selalu digembar-gemborkan, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. Kombinasi dari ketiga unsur ini akan membentuk kepada terciptanya insan-insan yang beriman, berilmu serta berakhlak mulia.
Yang menjadi pertanyaan besar dewasa ini, apakah nilai-nilai pendidikan memang telah tercipta dalam realitasnya? Secara global jawabannya akan bervariasi sesuai dengan aspek penilaian dari sudut mana kita memandang. Kita tidak bisa menutup mata, betapa bergesernya nilai pendidikan yang terjadi saat ini. Orientasi pendidikan sebagian besar tertuju kepada lapangan kerja. Lembaga pendidikan seperti Sekolah-sekolah hingga  perguruan tinggi   diharapkan hanya untuk mendapatkan ijazah. Bermodalkan ijazah, maka akan tersahuti apa yang dicita-citakan untuk mendapat pekerjaan.
Pergeseran dalam meraih ijazah sangat mempengaruhi kepada ambisi dengan melakukan berbagai cara. Plagisasi, jual beli ijazah, dan praktek curang lainnya sekarang telah mewarnai dunia pendidikan. Lihatlah berapa banyaknya ijazah palsu yang beredar tanpa adanya pengawalan ketat dari unsur yang terkait dalam pengelolaan ijazah palsu. Tidak bisa dipungkiri, pendidikan telah menjadi industri jasa dalam menghasilkan ijazah tanpa mengedepankan kualitas nilai pendidikan. Disatu sisi, kita harus berbangga dengan lahirnya embel-embel kesarjanaan di belakang nama. Namun cara mendapatkan dan meraih gelar tesebut prosesnya tidak sesuai dengan mekanisme akademis yang ada.
Nilai pendidikan telah tergores dengan perbuatan yang menghalalkan segala cara untuk keperluan administrasi kerja. Kualitas bukan menjadi sarat utama, sehingga lama-kelamaan akan terciptalah simbolitas belaka. Idealnya kalau kualitas yang dikedepankan tentulah telah makmur bangsa, dan telah berubah cara berfikir anak bangsa ini.
PENDIDIKAN NILAI
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, berilmu serta mempunyai khlak yang baik. Baik menurut norma, baik menurut adat istiadat, dan baik menurut aturan undang-undang yang kita cintai. Penekanan pendidikan nilai ini merupakan suatu keharusan melihat kondisi kehidupan berbangsa yang kita saksikan. Di era ini, berbagai tindakan yang tidak terpuji yang terjadi menjadi sebuah tren komersialitas sosial. Tindakan-tindakan abnormal dari sisi moral seperti, pelecehan seksual, tawuran, korupsi, pembunuhan hingga tindakan asusila tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Berita-berita yang tertulis diberbagai media mengisyaratkan bahwa betapa hancurnya pendidikan nilai yang telah dibina beratus-ratus tahun. Sah-sah saja apabila melihat kenyataan yang terjadi kita memberi label dengan ungkapan “Kenakalan Global”. Kenakalan remaja, kenakalan orang tua, kenakalan pejabat, kenakalan aparat penegak hukum, serta kenakalan-kenakalan lainnya telah menjadikan bagaimana bobroknya pendidikan nilai.
Untuk itu kita wajib menjunjung tinggi dengan difokuskannya pendidikan sekarang menjadi “Pendidikan Berkarakter”. Pendidikan berkarakter akan berusaha sekuat tenaga membentuk pribadi-pribadi yang kamil (sempurna). Pendidikan karakter memang diperuntukkan bagi materi pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Tapi pendidikan karakter akan sirna seketika realitas sosial yang tidak mendukung. Anak didik dengan pembentukan karakter, ternyata orang tua tetap dengan pola prilaku yang tidak sesuai dengan norma. Anak dilatih untuk bersifat jujur, ternyata realitas yang ada para pejabat banyak melakukan tindakan “mengangkangi” kejujuran itu.
Pendidikan karakter akan tercipta dan berjalan dengan mulus, apabila seluruh komponen (orang tua, pemerintah dan lingkungan) bergandengan tangan secara harmonis. Keharmonisan ini harus dibuktikan dengan keseriusan orang tua, pemerintah, serta masyarakat dalam menciptakan netralitas temperatur sosial membina dan mengayomi anak-anak bangsa.
HARAPAN KE DEPAN
Boleh-boleh saja menetapkan harapan-harapn yang terlalu muluk ke depan. Tapi  muluknya harapan akan memberikan peluang melencengnya tujuan pendidikan yang sebenarnya. Cukuplah dengan satu fokus saja namun dijalankan secara konsisten. Perubahan-perubahan dalam pelaksanaan pengelolaan dunia pendidikan wajar-wajar saja terjadi sesuai dengan dengan kebijakan yang diambil. Yang penting bagaimana bisa memahami kebijakan itu sebagai unsur penunjang. Pendidikan yang sehat dan bersih dari lapangan pendidikan (lingkungan dan masyarakat) akan berdampak kepada keberkangsungan pendidikan. Ciptakanlah harmonisasi antara pengelola pendidikan, orang tua, pemerintah serta masyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar